Asia Jungkir Balik: Rupiah Ambruk, Yuan Terlemah 17 Tahun, Yen Perkasa

Karyawan menghitung uang di tempat penukaran uang di money Changer Valuta Artha Mas, Mall Ambasador, Kuningan, Jakarta, (21/6/2024). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Mata uang Asia bergerak amat berlawanan pada pekan ini di tengah memanasnya perang dagang. Sebagian mata uang Asia seperti rupiah ambruk sementara mata uang Asia lain menguat tajam, termasuk won dan yen.

Merujuk Refinitiv, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan terakhir pekan ini, Jumat (11/4/2025) ditutup pada posisi Rp16.790/US$, rupiah atau menguat 0,03%.

Sementara secara mingguan, rupiah masih cenderung terkoreksi sebesar 1,4%. Rupiah menjadi mata uang paling merana pekan ini dengan melemah 1,4% disusul dengan rupee India yang hancur 0,8%.

Sebaliknya, mata uang Bah Thailand menjadi juara dengan menguat 3,09% disusul dengan won Korea,

Mata uang Yen juga menguat tajam sebesar 2,36%. Di tengah gencarnya perang dagang, yen terus menjadi safe haven yang membuatnya terus terbang,
Yen kini ada di posisi terkuat sejak Oktober 2024 atau enam bulan terakhir.

Pergerakan mata uang Asia masih dipengaruhi oleh kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump. Seperti diketahui, Trump mengumumkan kebijakan tarifnya pada Rabu pekan lalu (2/4/2025) yang langsung disambut dengan perang tarif banyak negara, termasuk China.

Berbeda dengan mata uang Asia lainnya, pasar rupiah regular baru dibuka kembali pada Selasa pekan ini (8/4/2025). Artinya, dampak perang dagang baru diserap oleh rupiah pada pekan ini. Karena itulah, rupiah hancur lebur.

Dilansir dari Refinitiv, rupiah dibuka pada level Rp16.850/US$ atau ambruk 1,78% pada awal perdagangan pertama setelah Lebaran yakni pada Selasa. Sementara pada pukul 11:21 WIB, rupiah tampak sedikit lebih baik dengan depresiasi sebesar 1,66% di posisi Rp16.830/US$.

Pada rabu (9/4/2025), rupiah bahkan sempet menyentuh Rp 16.950/US$ pada pukul 09.40 WIB. Rupiah pun ada di posisi terlemah intraday sepanjang masa.

Setelah hancur lebur di hari pertama, rupiah perlahan membaik karena intervensi Bank Indonesia dan melemahnya dolar indeks.

Pelemahan indeks dolar inilah yang menjadi salah satu alasan dari menguatnya beberapa mata uang Asia. Penguatan lain disebabkan oleh penundaan tarif resiprokal Trump selama 90 hari.

Indeks dolar pada pekan ini ditutup pada 100,14 atau terlemah sejak Juli 2023.

Salah satu mata uang Asia yang menjadi sorotan tajam adalah yuan China. Dilansir dari Refinitiv, nilai tukar yuan China terhadap dolar AS cenderung melemah sejak awal April hingga 10 April 2025 dengan depresiasi sebesar 0,79%.

Bahkan pada Selasa (8/4/2025) 2025, yuan China tertekan sebesar 0,42%.

Selain itu, posisi yuan pada Kamis (10/4/2025) kemarin adalah posisi terlemahnya dalam lebih dari 17 tahun terakhir, setelah yuan versi offshore (di luar negeri) jatuh ke level terendah sepanjang sejarah semalam, seiring perang dagang China-AS yang semakin memanas mengguncang pasar mata uang.

Yuan onshore (yang diperdagangkan di dalam negeri) ditutup pada level 7,3498 per dolar AS, menjadi penutupan terlemah sejak Desember 2007.

Pelemahan dolar ini banyak yang menganalisanya sebagai hal yang disengaja untuk memperkuat nilai ekspor mereka.

Bet 777

Kiamat Pembantu Rumah, Penggantinya Super Canggih Rilis Tahun Ini

Samsung Luncurkan Robot Bertenaga AI

Samsung mengumumkan akan meluncurkan robot AI pendamping bernama Ballie pada musim panas tahun ini. Robot ini pertama kali diperkenalkan ke publik di ajang CES 2020, dan sejak itu terus dikembangkan dengan kemampuan yang semakin canggih.

Kini, perusahaan asal Korea Selatan itu menggandeng Google untuk menyematkan teknologi kecerdasan buatan generatif dari Google Cloud ke dalam Ballie. Dengan integrasi ini, Ballie mampu melakukan interaksi percakapan yang lebih natural dan memahami kebutuhan personal pengguna di rumah.

Ballie dirancang untuk menjadi asisten rumah serbaguna. Ia bisa mengatur pencahayaan, mengendalikan perangkat smart home, menyapa tamu, mempelajari jadwal pengguna, hingga mengingatkan kegiatan penting, demikian dikutip dari Macrumors, Kamis (10/4/2025).

Dalam video demonstrasi, Ballie terlihat dapat memberi saran berpakaian, memutar video hiburan untuk anak-anak, hingga membantu rutinitas pagi penghuni rumah.

Dengan teknologi Gemini AI dari Google, Ballie mampu mengolah data suara, visual kamera, hingga informasi sensor lingkungan untuk memberikan rekomendasi yang mendukung kesehatan dan kesejahteraan penggunanya.

Meski belum mengungkap harga resmi maupun tanggal peluncuran, Samsung memastikan Ballie akan hadir musim panas ini. Konsumen yang tertarik sudah bisa melakukan pra-registrasi melalui situs resmi Samsung.

Slot 1000

Harga Minyak Masih Bergejolak, Gimana Nasib Saham-nya?

minyak dunia

Harga minyak acuan dunia sempat jeblok ke level terpuruk dalam empat tahun terakhir sebelum bangkit kemarin, Rabu (9/4/2025).  Lantas apa kabar nasib emiten minyak?

Merujuk data Refinitiv, pada perdagangan Rabu (9/4/2025) harga minyak secara intraday sempat jatuh signifikan, untuk jenis Brent turun 2,91% menuju US$ 61 per barel. Sementara untuk jenis West Texas Intermediate (WTI) terkontraksi 3,02% ke posisi US$ 57,81 per barel. 

Namun, penurunan itu kemudian pulih dan ditutup kembali ke zona hijau. Jenis Brent mampu menguat 4,23% ditutup ke posisi US$ 65,48 per barel, sementara WTI naik 4,65% jadi US$ 62,35 per barel. 

Meski begitu, sejak awal tahun tren harga minyak masih kontraksi, Brent koreksi 12,27%, sementara WTI 13%. 

Posisi harga minyak yang sempat jeblok kemarin menjadi yang terendah sejak pertengahan April 2021 atau dalam empat tahun terakhir. Pada periode tersebut, dunia masih diguncang pandemi Covid-19.

Sebagaimana dikabarkan sebelumnya, harga minyak jatuh karena ketegangan dagang yang meningkat antara Amerika Serikat (AS) dan China memicu kekhawatiran akan resesi yang bisa mengurangi permintaan terhadap minyak mentah.

Trump pada Rabu pekan lalu mengumumkan kebijakan tarifnya. China memperburuknya dengn memberi tarif balasan.

Saling perang tarif inilah yang kemudian membuat investor khawatir akan terjadinya resesi.

“Pendorong utama penurunan harga ini adalah kekhawatiran bahwa tarif akan melemahkan ekonomi global,” kata Satoru Yoshida, analis komoditas di Rakuten Securities, kepada Reuters.

“Selain itu, rencana peningkatan produksi oleh OPEC+ juga turut memberikan tekanan jual,” tambahnya, seraya menyebut bahwa tarif balasan dari negara selain China akan menjadi faktor penting untuk diamati.

Meski demikian, pemulihan harga minyak dalam sehari kemarin terjadi berkat ada penundaan pemberlakukan tarif impor selama 90 hari ke 58 negara. Hal ini membawa gairah terhadap pasar di seluruh dunia, baik komoditas, saham, crypto, mata uang, dan lain-lain. 

Harga Minyak Diramal Jatuh ke US$ 50 per barel

Namun, tantangan ke depan bagi harga minyak masih tetap ada, mengingat prospek ekonomi global potensi mengalami penurunan tahun ini yang mana bisa mengganggu permintaan. 

Yoshida memprediksi bahwa WTI bisa turun hingga US$55 atau bahkan US$50, jika penurunan pasar saham berlanjut.

Sebagai respons terhadap tarif yang diberlakukan Presiden AS Donald Trump, China pada Jumat mengatakan akan mengenakan tambahan tarif sebesar 34% terhadap barang-barang asal AS.

Meskipun impor minyak, gas, dan produk olahan minyak dikecualikan dari tarif baru Trump, kebijakan ini tetap bisa memicu inflasi, memperlambat pertumbuhan ekonomi, dan memperparah perselisihan dagang, yang semuanya dapat menekan harga minyak.

Selama akhir pekan lalu, menteri-menteri utama OPEC+ menekankan pentingnya kepatuhan penuh terhadap target produksi minyak, dan menyerukan agar negara-negara yang memproduksi melebihi kuota mengajukan rencana kompensasi paling lambat 15 April.

Dengan banyaknya kabar negatif, Goldman Sachs menurunkan proyeksi rata-rata harga tahunan untuk minyak mentah Brent dan WTI pada 2026, dengan alasan bahwa risiko resesi semakin meningkat dan pasokan dari OPEC+ mungkin akan meningkat lebih besar dari yang sebelumnya diperkirakan oleh bank tersebut.

“Proyeksi rata-rata harga tahunan kami untuk tahun 2026 kini menjadi $58 untuk Brent dan $55 untuk WTI, yaitu $4-5 per barel di bawah harga futures pada penutupan hari Jumat,” tulis Goldman Sachs dalam sebuah catatan tertanggal Minggu.

Lantas, Apa Kabar Saham Emiten Minyak?

Seiring dengan harga komoditas yang jeblok, deretan saham emiten migas pun ikut terperosok harganya.

Sejak awal tahun, rata-rata penurunan sampai dua digit. Saham PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) dan PT Apexindo Pratama Duta Tbk (APEX) jadi yang paling boncos lebih dari 30%, lalu PT Medco Energy International Tbk (MEDC) turun 14%, dan paling buncit PT Elnusa Tbk (ELSA) koreksi nyaris 10%.

bet 888

IHSG jatuh, Dividen 12 Emiten Ini Jadi Jumbo: Ada Mandiri

Ilustrasi (Photo by Pavel Danilyuk from Pexels)

Momen Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sempat jeblok pada perdagangan kemarin Selasa (8/4/2025) malah membuat peluang dividen yield yang diterima investor naik.

PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) jadi salah satu yang membagikan dividen moncer dengan prospek yield sampai 10% dari posisi harga di Rp4.730 per lembar, sementar dividen per lembar sebanyak Rp466,16.

Bank pelat merah RI lagi, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) menyusul dengan potensi cuan dividen sampai 9,35%. Sementara PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) menawarkan peluang keuntungan sampai 5,76% dari dividen per lembar sebanyak Rp208,40 di harga saham Rp3.620 per lembar.

Sebagai catatan, dividen BBRI yang dibagikan dalam waktu pendek ini merupakan sisa dari dividen interim yang sudah dibagikan akhir Desember lalu sebanyak Rp135 per lembar. Jadi kalau ditotal sebenarnya mencapai Rp354, dengan yield 9,48%.

Ada juga PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) menawarkan cuan 6,49% dari dividen sebesar Rp53,57 per lembar di harga saham Rp885 per lembar.

Selain bank BUMN ada beberapa emiten lain yang membagikan dividen dalam beberapa hari ke depan dan membagikan yield cukup atraktif di atas 5%, seperti PT Wahana Ottomitra Multiartha Tbk (WOMF) dan PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk (ADMF).

Berikut rinciannya untuk 12 emiten yang bakal bagi dividen dalam waktu dekat :

Kas138

Prabowo: Saya ke Mana-Mana, Semuanya Minta Kelapa Sawit Indonesia!

Presiden Prabowo Subianto menyampaikan paparan dalam Sarasehan Ekonomi bersama Presiden RI dengan tema

Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan bahwa banyak negara yang meminta kelapa sawit dari Indonesia. Hal ini diketahuinya setelah dirinya melakukan kunjungan kerja ke berbagai negara sejak dilantik menjadi Presiden ke-8 RI pada 20 Oktober 2024 lalu.

Prabowo mengakui bahwa setelah 5 bulan dirinya menjabat sebagai Presiden RI, dirinya tak banyak melibatkan media dalam menjalankan programnya. Dia beralasan, pemerintah akan bekerja terlebih dahulu dan ini memerlukan waktu. Apalagi, lanjutnya, hasil kerja pemerintah tidak bisa secara instan langsung dirasakan rakyat.

“Pohon kelapa sawit yang sekarang menjadi bisa dikatakan miracle crop. Saya ke mana-mana semua nanya, semua minta kelapa sawit dari Indonesia. Kelapa sawit itu 5 tahun baru produktif, 6 tahun. Jadi dibutuhkan perencanaan pemilihan personalia pelaksanaan yang bener, dan keteguhan ketabahan dan kesabaran,” ungkapnya dalam Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden Republik Indonesia di Menara Mandiri, Jakarta, Selasa (8/4/2025).

“Jadi Saudara2-Saudara, waktu kita ambil alih pemerintahan kita harus kerja keras karena persiapan, baik kita punya keyakinan apa yang harus kita lakukan. Kami sangat terbuka transparan dan buat buku strategi transformasi bangsa kita sebarkan, di situ jelas dan gamblang,” tuturnya.

Mulanya, Prabowo mengungkapkan alasan mengapa dia tidak melibatkan media dalam setiap kerjanya.

“Dan saya tidak suka hanya omon-omon, jadi saya pikir oke begitu ditetapkan pemenang saya kumpulkan tim kecil kita bekerja. 5 bulan kita kerja tanpa diliput media. Kadang diliput media kerjanya sulit, karena media ingin bukti seketika padahal tidak ada dalam manajemen usaha organisasi proyek tidak bisa seketika yang bisa seketika itu hanya Nabi Musa yang punya tongkat,” tuturnya.

“Semua itu adalah perencanaan-perencanaan mateng, dasarnya pengumpulan data yang bener, setelah itu mencari awak, mencari orang melaksanakan rencana itu, rencana terbaik gagasan terbaik tanpa awak yang bisa melaksanakan tidak akan berhasil. Sesudah itu baru mulai dan sesudah pelaksanaan baru kita lihat hasil, ini fenomena hidup,” ujarnya.

“Tidak bisa tanam pohon minta lusa buahnya tumbuh ini melawan hukum alam. Kita cari benih bagus, kita cari tanah cocok kita harus ada sumber air harus ada cuaca, baik kita tanam rawat baru mungkin hasilnya 5- 6 tahun,” tandasnya.

kas138

Ditemani Zulhas dan Amran, Prabowo Subianto Panen Raya Padi

Presiden RI Prabowo didampingi Menteri Pertanian Andi Amran Sulaeman dan Menko Pangan Zulkifli Hasan. (Biro Setpres RI)

Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) menghadiri panen raya di Jatitujuh, Majalengka, Jawa Barat, Senin (7/4/2025).

Kehadiran Zulhas pun disambut oleh Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Wakil Menteri Pertanian Sudaryono, Direktur Utama PT Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi, Kepala Bapanas Arief Prasetyo, serta masyarakat kelompok petani, dan penyuluh pertanian.

Panen raya tersebut dihadiri oleh Presiden Prabowo Subianto dan jajaran kementerian dan lembaga di bidang pangan. Zulhas dan Amran pun turut menyambut kehadiran Prabowo di acara panen raya Majalengka.

Dalam kesempatan ini, Presiden Prabowo sempat meninjau panen padi dengan menggunakan combine harvester, berdialog dengan para petani, serta menyaksikan langsung prosesi penimbangan gabah kering petani hasil panen panen raya.

Panen raya tersebut dilakukan sebagai wujud keseriusan pemerintah dalam mewujudkan swasembada pangan.

Dalam kesempatan ini, Zulhas juga menegaskan bahwa puncak panen raya ini semakin memperkuat optimisme pemerintah bahwa Indonesia akan swasembada pangan khususnya beras.

Slot 88

Panik, Investor Ramai-ramai Borong Surat Utang Amerika & Jepang

US Treasury, Bond, Obligasi (Ilustrasi Obligasi)

Obligasi pemerintah jadi aset investasi yang diburu investor di tengah kondisi yang tidak stabil. Obligasi dinilai lebih aman dibandingkan saham atau kripto yang rawan risiko setelah  Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump mengumumkan soal kebijakan tarif terhadap negara mitra dagangnya.

Dilansir dari Refinitiv, per Jumat (4/4/2025) imbal hasil obligasi pemerintah tenor 10 tahun untuk AS, Jerman, dan Jepang terpantau mengalami penurunan dalam dua hari beruntun yakni Kamis-Jumat (3-4/4 2025).

Imbal hasil obligasi pemerintah tenor 10 tahun untuk AS turun sebesar -0,195 poin persentase dari Rabu hingga Kamis (2-4/4/2025) dan kini bertengger ke 3,99%. Level tersebut adalah yang terendah sejak Juli 2023 atau 1,5 tahun lebih.

Begitu pula dengan imbal hasil obligasi pemerintah tenor 10 tahun untuk Jepang dan Jerman dalam periode yang sama tampak mengalami depresiasi masing-masing sebesar 0,301 dan 0,139 poin persentase.

Sementara China cenderung relatif konstan di level 1,866%.

Imbal hasil menunjukkan kinerja yang berbalik dengan harga. Imbal hasil yang turun menunjukkan harga obligasi lagi naik karena ramai dibeli investor.

Penurunan imbal hasil yang signifikan ini menjadi representasi bahwa investor berbondong-bondong membeli obligasi pemerintah yang dianggap sebagai aset aman (safe haven). Apalagi usai pemerintah China melakukan pembalasan terhadap kebijakan tarif “resiprokal” yang agresif dari Presiden Donald Trump. Langkah ini memicu kekhawatiran akan resesi global dan mendorong investor berbondong-bondong masuk ke aset aman seperti obligasi.

Dikutip dari CNBC International, Ketua bank sentral AS (The Fed), Jerome Powell, pada Jumat menyatakan bahwa ia memperkirakan tarif baru yang diberlakukan oleh Trump akan menaikkan inflasi dan menekan pertumbuhan ekonomi, serta menyoroti bahwa prospek kebijakan moneter saat ini sangat tidak pasti akibat gelombang tarif baru yang diumumkan pekan ini.

Ia menegaskan bahwa para pembuat kebijakan siap menahan suku bunga hingga mereka memperoleh kejelasan lebih lanjut terkait dampak dari tarif-tarif tersebut.

“Kami berada dalam posisi yang baik untuk menunggu kejelasan sebelum mempertimbangkan penyesuaian terhadap sikap kebijakan kami. Masih terlalu dini untuk mengatakan apa jalur kebijakan moneter yang tepat,” kata Powell dalam sambutan yang disiapkan untuk para jurnalis di Arlington, Virginia.

Sementara itu, China pada Jumat pagi mengumumkan akan mengenakan tarif sebesar 34% terhadap seluruh barang dari AS mulai 10 April, sebagai respons terhadap kebijakan Trump sebelumnya di minggu yang sama yang menetapkan tarif dasar sebesar 10% terhadap lebih dari 180 negara, dengan efektif tarif terhadap beberapa produk China mencapai 54%.

Akibatnya, investor berbondong-bondong membeli obligasi pemerintah AS (Treasurys) sebagai bentuk perlindungan, mendorong penurunan imbal hasil obligasi dalam beberapa hari terakhir.

“Jelas bahwa reli pasar saat ini lebih mencerminkan respons terhadap perang dagang dibanding data ketenagakerjaan bulan lalu,” ujar Ian Lyngen, Direktur Pelaksana dan Kepala Strategi Suku Bunga AS di BMO Capital Markets.

“Jika ada, ini justru akan memperkuat posisi negosiasi Trump dan membuat The Fed tak punya banyak ruang untuk bersikap dovish karena data ekonomi keras masih menunjukkan performa yang baik.” imbuhnya.

Imbal hasil obligasi 10 tahun AS telah merosot dari sekitar 4,25% sejak akhir pekan lalu, di tengah kekhawatiran bahwa perang dagang dapat menaikkan harga dan menyeret ekonomi menuju resesi.

Untuk diketahui, JPMorgan pada Kamis malam menaikkan kemungkinan resesi di AS tahun ini menjadi 60% dari sebelumnya 40%.

Sementara itu, laporan ketenagakerjaan federal yang dirilis Jumat menunjukkan gambaran yang bercampur tentang kondisi pasar tenaga kerja.

Nonfarm payrolls (jumlah pekerjaan di luar sektor pertanian) naik sebesar 228.000 pada bulan Maret, sementara tingkat pengangguran meningkat menjadi 4,2%. Para ekonom yang disurvei oleh Dow Jones sebelumnya memperkirakan kenaikan hanya sebesar 140.000 pekerjaan dengan tingkat pengangguran 4,1%. Data pertumbuhan pekerjaan dari bulan-bulan sebelumnya juga direvisi turun.

Setelah laporan ketenagakerjaan dirilis, imbal hasil obligasi memangkas sebagian kerugiannya dalam sesi perdagangan hari itu.

Harga Emas Hancur Lebur: Jadi Tumbal Investor, Diobral Besar-besaran

Emas

Harga emas justru anjlok karena investor menjadikan sang logam mulia untuk menutupi kerugian investasi mereka. Penurunan ini menjadi anomali mengingat dalam kondisi normal, harga emas seharusnya saat ini terbang.

Merujuk Refintiv, harga emas pada perdagangan terakhir pekan ini, Jumat (4/4/2025) ditutup di posisi US$ 3.037,36 per troy ons. Harganya ambruk 2,42%. Pelemahan ini memperpanjang tren buruk emas yang juga melemah 0,66% pada perdagangan Kamis.

Penutupan kemarin adalah harga terendah sepanjang pekan ini.

Dalam sepekan ini, harga emas juga ambruk 1,51%. Pelemahan ini mengakhiri tren positif emas yang menguat dalam empat pekan sebelumnya.

Harga emas sempat memecahkan rekor pada Senin dan Rabu pekan ini di mana puncak tertinggi penutupan ada di US$ 3.133,57 per troy ons pada Rabu.


Harga emas dipicu aksi investor yang menjual emas untuk menutupi kerugian dari kejatuhan pasar yang lebih luas, terutama saham. Hal ini dipicu meningkatnya dampak perang dagang yang memicu kekhawatiran akan resesi global.

Secara teknikal, harga emas spot masih mampu bertahan di atas rata-rata pergerakan 21 harinya, yaitu $3.023.

“Kita cenderung melihat emas sebagai aset likuid yang digunakan untuk memenuhi margin call di tempat lain, jadi tidak mengherankan jika emas dijual setelah peristiwa berisiko, mengingat perannya dalam portofolio,” kata Suki Cooper, analis di Standard Chartered, kepada Reuters.

Pasar saham global turun selama dua hari berturut-turut, dengan indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite masing-masing anjlok sekitar 5%, setelah China mengumumkan tarif tambahan sebesar 34% atas semua barang Amerika Serikat (AS) mulai 10 April, sebagai balasan atas tarif yang diumumkan oleh Presiden AS Donald Trump minggu ini.

Meski begitu, emas masih naik sekitar 15,3% sepanjang tahun ini, didukung oleh pembelian kuat dari bank sentral dan daya tariknya sebagai lindung nilai aman terhadap ketidakpastian ekonomi dan geopolitik.

“Terlepas dari volatilitas, emas masih menjadi tempat aman bagi banyak investor,” kata Matt Simpson, analis senior di City Index.

Pelemahan emas juga disebabkan oleh menguatnya indeks dolar ke 103,023 pada Jumat dari sebelumnya 102,072 pada Kamis.

Pembelian emas dikonversi dalam dolar AS sehingga kenaikan dolar membuat emas semakin mahal bagi pembeli luar negeri.

Sementara itu, Ketua bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell menyatakan bahwa tarif baru dari Trump lebih besar dari yang diperkirakan”dan dampak ekonominya kemungkinan juga akan signifikan. Di antaranya adalah inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang lebih lambat.

Pernyataan Powell ini mengindikasikan jika The Fed kemungkinan akan memangkas suku bunga lebih besar daripada awal 50 bps.

Namun, data lain bisa menjadi penghalang. Data terbaru dari AS menunjukkan pasar tenaga kerja AS masih panas. Angka pengangguran AS hanya naik tipis 4,2% pada Maret 2025, dari 4,1% pada Februari.

Data non-farm payroll juga ada tambahan 228.000 lapangan kerja pada Maret 2025, jauh di atas revisi turun dari 117.000 pada Februari dan melampaui proyeksi sebesar 135.000.
Ini merupakan angka pertumbuhan lapangan kerja tertinggi dalam tiga bulan terakhir.

“Saya pikir data nonfarm payrolls ini akan memperkuat posisi The Fed untuk menunda penurunan suku bunga,” kata Alex Ebkarian, COO di Allegiance Gold.

Breaking News! Harga Minyak Dunia Jatuh Terburuk 3 Tahun Terakhir

minyak dunia

Harga minyak mentah dunia ambles hingga 6%. Ini terjadi baik ke minyak berjangka West Texas Intermediate (WTI) maupun Brent.

Penurunan harga kedua minyak berjangka itu bahkan menjadi penurunan tertajam dalam tiga tahun terakhir. Hal ini akibat tarif terbaru Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump hingga resiko peningkatan pasokan minyak mentah dunia oleh OPEC+.

Pada perdagangan hari ini Jumat (4/4/2025) pukul 07.00 WIB misalnya, harga minyak mentah WTI kembali melemah 0,25% di level US$66,78 per barel. Berbeda dengan harga minyak mentah Brent yang justru menguat 0,27% di level US$70,05 per barel.

Sementara pada perdagangan sebelumnya, harga minyak mentah WTI jatuh 6,64% di level US$66,95 per barel. Begitu juga dengan harga minyak mentah Brent yang terperosok 6,42% di level US$70,14 per barel.

Pada Kamis, harga minyak anjlok dan ditutup dengan persentase penurunan tertajam sejak tahun 2022. Ini setelah OPEC+ menyetujui peningkatan produksi, untuk memajukan rencana mereka untuk menaikkan produksi minyak guna mengembalikan 411.000 barel per hari ke pasar pada bulan Mei atau naik dari 135.000 barel per hari yang direncanakan sebelumnya, sehari setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan tarif impor baru yang menyeluruh.

Secara rinci, Brent berada di jalur penurunan persentase terbesarnya sejak 1 Agustus 2022. Sementara WTI mengalami penurunan terbesar sejak 11 Juli 2022.

“Ekonomi dan permintaan minyak saling terkait erat,” ujar Angie Gildea, pemimpin energi KPMG AS.

“Pasar masih mencerna tarif, tetapi kombinasi dari peningkatan produksi minyak dan prospek ekonomi global yang lebih lemah memberikan tekanan ke bawah pada harga minyak, berpotensi menandai babak baru di pasar yang bergejolak,” ujarnya lagi.

Trump pada hari Rabu mengumumkan tarif minimum 10% untuk sebagian besar barang yang diimpor ke AS, konsumen minyak terbesar di dunia, dengan bea yang jauh lebih tinggi untuk produk dari puluhan negara. Impor minyak, gas, dan produk olahan dibebaskan dari tarif baru, menurut Gedung Putih pada hari Rabu.

Analis UBS pada hari Rabu memangkas perkiraan harga minyak mereka sebesar US$3 per barel selama 2025-2026 menjadi US$72 per barel. Para pelaku pasar dan analis sekarang memperkirakan lebih banyak volatilitas harga dalam waktu dekat, mengingat tarif dapat berubah karena negara-negara mencoba menegosiasikan tarif yang lebih rendah atau mengenakan pungutan balasan.

“Tindakan balasan sudah dekat dan dilihat dari reaksi pasar awal, resesi dan stagflasi telah menjadi kemungkinan yang mengerikan,” menurut analis PVM Tamas Varga.

“Karena tarif pada akhirnya dibayarkan oleh konsumen dan bisnis dalam negeri, biayanya pasti akan meningkat, yang menghambat peningkatan kekayaan ekonomi,” ujar Varga.

Data Badan Informasi Energi AS pada hari Rabu menunjukkan persediaan minyak mentah AS meningkat secara mengejutkan sebesar 6,2 juta barel minggu lalu. Ini bertentangan dengan perkiraan analis yang memperkirakan penurunan sebesar 2,1 juta barel.

Sakti! Dolar AS Masih Jadi Penguasa, Kuasai Hampir 60% Cadangan Dunia

Sengit! Dunia Rebutan Dolar, Ini Buktinya

Posisi dolar Amerika Serikat (AS) terhadap cadangan mata uang dunia semakin berkurang kuartal demi kuartal. Namun, dominasi dolar AS belum terpatahkan oleh mata uang manapun.

Dolar AS mulai menjadi ‘penguasa’ dunia sejak 1920-an dengan menggeser poundsterling Inggris. Status ‘king dolar’ semakin dikuatkan oleh Bretton Woods system atau sistem Bretton Woods.

Sistem yang dibentuk pada 1944 merupakan langkah AS dalam menciptakan tatanan sistem moneter baru di mana emas tidak lagi bisa menjadi nilai tukar tunggal.

Apakah gelar ‘King Dolar’ masih layak disandang? Untuk memastikan apakah dolar AS masih mendominasi secara global, mari kita tinjau data dari Dana Moneter Internasional (IMF) mengenai komposisi cadangan devisa dunia.

Nilai mata uang setiap negara telah dikonversi ke dalam dolar AS. Berikut adalah daftar delapan mata uang yang mendominasi cadangan devisa global.

Berdasarkan data di atas IMF mencatat bahwa nilai cadangan devisa global masih berdenominasi dolar AS. Nilais hare dolar AS masih saja terbilang sangat besar dibandingkan negara lain.

Kendati demikian, jika dibandingkan, posisi pada Q4-2024 tercatat mengalami penurunan mencapai 0,88% dibandingkan periode yang sama tahun 2023.

Sebagai informasi, data IMF per akhir 2024 menunjukkan cadangan devisa di seluruh dunia menyentuh US$11,46 triliun. Dari jumlah tersebut, mata uang berdemoniasi dolar AS mencapai US$6,63 triliun atau sekitar 57,8%. Sementara posisi kedua ditempati oleh Euro dengan dominasi 19,83%.

FilmXXI