
Iran telah mengindikasikan kesiapan untuk melanjutkan konsultasi teknis dengan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA), kata Direktur Jenderal IAEA Rafael Grossi, Jumat.
Dalam kuliah umum di Universitas Nasional Singapura, Grossi menekankan perlunya kembali ke hubungan kerja yang normal, dengan mengatakan bahwa kerja sama tersebut merupakan persyaratan bagi negara mana pun yang menandatangani Perjanjiann Non-Proliferasi Nuklir (NPT).
Tindakan IAEA bukanlah bagian dari kampanye politik melawan Iran, kata Grossi. Dia mengatakan negara itu memiliki sejumlah fasilitas nuklir dan beragam kegiatan nuklir, dan harus menjaga transparansi terkait semuanya. Transparansi yang tidak memadai dapat menimbulkan masalah, ujarnya.
Pada 2 Juli, Presiden Iran Masoud Pezeshkian mengeluarkan dekrit tentang penangguhan kerja sama negaranya dengan IAEA.
Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi mengatakan bahwa Iran tetap berkomitmen pada Perjanjian Non-Proliferasi Senjata Nuklir (NPT) dan Perjanjian Pengamanan IAEA, meski undang-undang tersebut menangguhkan kerja sama dengan badan tersebut. Araghchi juga mengatakan bahwa hubungan antara Iran dan IAEA akan berubah.
Pada 13 Juni, Israel melancarkan operasi terhadap Iran, menuduhnya melaksanakan program nuklir militer rahasia. Iran membantah tuduhan tersebut dan membalasnya dengan serangannya sendiri.
Selama 12 hari, kedua pihak saling serang, yang diikuti oleh AS, yang menyerang fasilitas nuklir Iran pada 22 Juni. Teheran membalas dengan menyerang pangkalan udara AS Al Udeid di Qatar.