Aksi Saling Tuding Soal PPN 12% Memanas, Politikus PDIP Buka Suara

Ketua Banggar DPR, Said Abdullah dalam rapat dengan para Kemenko Kabinet Merah Putih di DPR RI, Jakarta, Senin (2/12/2024). (Tangkapan Layar Youtube TVR Parlemen)

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) akhirnya buka suara soal aksi saling tuding antara politikus perihal rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%.

Ketua DPP PDI PerjuanganSaid Abdullah mengungkapkan aksi saling tuding ini mulaimengarah pada situasi yang kontraproduktif.

“Padahal energi bangsa ini kita perlukan untuk bersatu, menghadapi tantangan ekonomi 2025 yang tidak mudah,” ujarnya dalam pernyataan resmi, Selasa (24/12/2024).

Terlebih lagi, dia menilai Indonesia saat ini tengahmenghadapi sentimen negatif dari pasar atas menguatnya dolar Amerika Serikat terhadaprupiah, karena ekspektasi investor atas menguatnya ekonomi Amerika Serikat di bawah Presiden Donald Trump.

Untuk menjernihkan ruang publik, dan memberi kepastian hukum,dia meluruskan kenaikan PPN dari 11%menjadi 12%merupakan amanat dari Undang Undang No 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang berlaku sejak tahun 2021.

“Kenaikan PPN sesungguhnya bukan peristiwa yang datang seketika. Sebelum 1 April tahun 2022 tarif PPN berlaku 10%,” ungkapnya.

Setelah Undang Undang No 7 tahun 2021 berlaku, maka diatur pemberlakuan kenaikan tarif PPN menjadi 11% per 1 April 2022, dan selanjutnya 1 Januari 2025 tarif PPN menjadi 12%, dengan demikian terjadi kenaikan bertahap.

Namun, Said mengatakanpemerintah diberikan ruang diskresi untuk menurunkan PPN pada batas bawah di level 5% dan batas atas 15% bila dipandang perlu, mempertimbangkan kondisi perekonomian nasional.

Pada Undang Undang No 7 tahun 2021 Bab IV pasal 7 ayat 1 huruf b telah diatur bahwa pemberlakukan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% berlaku paling lambat tanggal 1 Januari 2025.

“Atas dasar ketentuan ini, maka pemerintah dan DPR sepakat untuk memasukkan asumsi tambahan penerimaan perpajakan dari pemberlakuan PPN 12% ke dalam target pendapatan negara pada APBN 2025,” paparnya.

Selanjutnya APBN 2025 telah di undangkan melalui Undang Undang No 62 tahun 2024. Undang Undang ini disepakati oleh seluruh Fraksi di DPR, dan hanya Fraksi PKS DPR RI yang memberikan persetujuan dengan catatan.

Dengan demikian, dia menegaskan pemberlakukan PPN 12% berkekuatan hukum.

Dia menjelaskanUndang Undang No 7 tahun 2021 tentang HPP mengamanatkan sejumlah barang dan jasa yang tidak boleh dikenai PPN atau PPN 0 persen, antara lain; ekspor barang dan jasa, pengadaan vaksin, buku pelajaran umum, buku pelajaran agama, kitab suci, pembangunan tempat ibadah, proyek pemerintah yang didanai dari hibah atau pinjaman luar negeri, barang dan jasa untuk penanganan bencana, kebutuhan pokok yang di konsumsi rakyat banyak, serta pengadaan barang dan jasa untuk pembangunan nasional yang bersifat strategis.

Said mengatakan dalam pembahasan APBN 2025 pemerintah dan DPR juga menyepakati target pendapatan negara dengan asumsi pemberlakuan PPN 12%untuk mendukung berbagai program strategis Presiden Prabowo Subianto,seperti programquick winyang akan didanai oleh APBN 2025.

Program tersebut a.l.Makan Bergizi Gratis yang membutuhkan dana sekitar Rp 71triliun, Pemeriksaan Kesehatan Gratis Rp 3,2triliun, Pembangunan Rumah Sakit Lengkap di Daerah Rp 1,8 triliun, pemeriksaan penyakit menular (TBC) Rp. 8 triliun, Renovasi Sekolah Rp 20triliun, Sekolah Unggulan Terintegrasi Rp 2triliun, dan Lumbung Pangan Nasional, Daerah dan Desa Rp 15 triliun.

Said mengaku sebagai Ketua Badan Anggaran DPR RI, pada tanggal 8 Desember 2024 yang lalu, saya juga sudah menyampaikan ke publik agar pemerintah melakukan mitigasi resiko atas dampak kenaikan PPN dari 11%menjadi 12%, khususnya terhadap rumah tangga miskin, dan kelas menengah. Adapun mitigasi resiko itu dapat diwujudkan dalam sejumlah kebijakan.

Pertama, perlu penambahan anggaran untuk perlindungan sosial ke rakyat. DPR meminta agarjumlah penerima manfaat perlinsos di pertebal bukan hanya untuk rumah tangga miskin tetapi juga hampir miskin/rentan miskin, serta memastikan program tersebut disampaikan tepat waktu dan tepat sasaran.

Kedua, subsidi BBM, LPG, listrik untuk rumah tangga miskin diperluas hingga rumah tangga menengah.

“Termasuk driver ojek online hendaknya tetap mendapatkan jatah pengisian bbm bersubsidi, bahkan bila perlu menjangkau kelompok menengah bawah,” kata Said.

Ketiga, subsidi transportasi umum diperluas yang menjadi moda transportasi massal diberbagai wilayah, khususnya kota kota besar yang memiliki moda transportasi massal.

Keempat, dia juga meminta adanya subsidi perumahan untuk kelas menengah bawah, setidaknya tipe rumah 45 kebawah, serta rumah susun.

Kelima, bantuan untuk pendidikan dan beasiswa perguruan tinggi dipertebal yang menjangkau lebih banyak penerima manfaat, khususnya siswa berprestasi dari rumah tangga miskin hingga menengah.

Keenam, pemerintah diminta melakukan operasi pasar secara rutin paling sedikit 2 bulan sekali dalam rangka memastikan agar inflasi terkendali dan harga komoditas pangan tetap terjangkau.

Ketujuh, dia juga meminta pemerintah memastikan penggunaan barang dan jasa UMKM di lingkungan Pemerintah.

“Menaikkan belanja barang dan jasa pemerintah yang sebelumnya paling sedikit 40% menjadi 50% untuk menggunakan produk Usaha Mikro, Kecil dan Koperasi dari hasil produksi dalam negeri,” kata Said.

Kedelapan, pemerintah juga didorong untuk menyediakanprogram pelatihan dan pemberdayaan ekonomi untuk masyarakat kelas menengah, sertameluncurkan program pelatihan keterampilan dan pemberdayaan ekonomi untuk kelas menengah yang terdampak. Hal iniguna membantu mereka beralih ke sektor-sektor yang lebih berkembang dan berdaya saing. Juga bisa disinkronisasi dengan penyaluran KUR.

Terakhir, pemerintah harus memastikan program penghapusan kemiskinan ekstrem dari posisi saat ini 0,83%menjadi nol persen di tahun 2025, dan penurunan generasi stunting dibawah 15%dari posisi saat ini 21%.

Bina4d

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*