Meninggal Dunia Sebatang Kara, Tabungan Buat Siapa?

Ilustrasi dana darurat (Freepik)

Ketika seseorang meninggal dunia, biasanya hartanya akan turun ke ahli waris dan dibagikan kepada ikatan keluarga atau kerabat, salah satunya kepada anak-anaknya.

Hukum mengenai pembagian warisan telah diatur sedemikian rupa agar tidak terjadi perdebatan. Namun, bagaimana jika orang yang meninggal dunia memiliki harta tapi tidak memiliki keluarga?

Menanggapi hal ini, walaupun dia merasa sebatang kara namun orang yang memiliki hubungan darah dengannya bisa dianggap berhak atas warisan tersebut.

Berikut adalah deretan golongan ahli waris berdasarkan KUH Perdata.

Ahli waris dalam KUH Perdata

Dalam Pasal 832 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), dinyatakan bahwa pewarisan hanya terjadi karena kematian. Dan prinsip pewarisan yang ada di KUH Perdata adalah berdasarkan hubungan darah.

Jadi intinya, yang berhak menjadi ahli waris ialah para keluarga sedarah, baik sah maupun luar kawin dan si suami atau istri yang hidup terlama, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 832 KUH Perdata.

Sementara itu Pasal 852 KUH Perdata telah menjelaskan bahwa ada empat golongan yaitu:

– Golongan I: suami/isteri yang hidup terlama dan anak/keturunannya

– Golongan II: orang tua dan saudara kandung Pewaris

– Golongan III: Keluarga dalam garis lurus ke atas sesudah bapak dan ibu pewaris

– Golongan IV: Paman dan bibi pewaris baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu, keturunan paman dan bibi sampai derajat keenam dihitung dari pewaris, saudara dari kakek dan nenek beserta keturunannya, sampai derajat keenam dihitung dari pewaris.

Golongan ahli waris menunjukkan siapa ahli waris yang berhak didahulukan dalam pembagian harta si pewaris. Jika masih ada Golongan I, maka golongan II, III, IV tentu tidak berhak atas harta pewaris.

Namun jika Golongan I tidak ada maka harta itu akan jatuh ke Golongan II, dan jika Golongan I dan II tidak ada, maka Golongan III yang bakal menerimanya. Begitu pun seterusnya.

Apa jadinya kalau tabungan itu tidak kunjung diambil?

Jika memang tidak ada satupun orang yang bisa membuktikan bahwa dia adalah ahli waris yang sah, maka harta berbentuk tabungan itu akan menjadi harta terbengkalai (tak terurus).

Pasal 1127 KUH Perdata menyebutkan bahwa:

“Balai Harta Peninggalan, menurut hukum wajib mengurus setiap harta peninggalan tak terurus yang terbuka dalam daerahnya, tanpa memperhatikan apakah harta itu cukup atau tidak untuk melunasi utang pewarisnya. Balai itu, pada waktu mulai melaksanakan pengurusan, wajib memberitahukan hal itu kepada jawatan Kejaksaan pada Pengadilan Negeri. Dalam hal ada perselisihan tentang terurus tidaknya suatu harta peninggalan. Pengadilan itu atas permohonan orang yang berkepentingan atau atas saran jawatan Kejaksaan, setelah minta nasihat, Balai Harta Peninggalan akan mengambil keputusan tanpa persidangan.”

Mungkin saja, ada sebagian dari Anda yang penasaran kapan harta waris bisa disebut sebagai harta tak terurus. Maka Pasal 1129 telah memberikan jawabannya.

“Bila setelah lampaunya waktu tiga tahun terhitung dari saat terbukanya warisan itu, tidak ada ahli waris yang muncul, maka perhitungan penutupnya harus dibuat untuk negara, yang berwenang untuk menguasai barang-barang peninggalan itu untuk sementara.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*