Pabrik Kompor Quantum Bangkrut-PHK Massal, Bos Besar Curhat Begini

Sejumlah kendaraan melintas di depan parik kompor gas Quantum di Kawasan Cikupa, Tangerang Banten, Selasa (10/9/2024). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Sejumlah kendaraan melintas di depan parik kompor gas Quantum di Kawasan Cikupa, Tangerang Banten, Selasa (10/9/2024). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Pabrikan kompor gas Quantum resmi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga, Pengadilan Negeri, Jakarta Pusat, pada 22 Juli 2024. Kepailitan kompor gas Quantum membuatnya kini tinggal sejarah. Padahal, Quantum menjadi pabrikan kompor gas, selang, dan regulator yang sudah menjadi legenda.

Perusahaan yang telah berdiri sejak 1993 atau 31 tahun silam itu memiliki sebuah pabrik produksi cukup besar yang beralamat di Jalan Raya Serang, KM 15, Desa Talagasari, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang. Sejak dinyatakan pailit, kegiatan produksi dihentikan yang berujung pada tindakan perusahaan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada 511 karyawannya

Direktur PT Aditec Cakrawiyasa, Iwan Budi Buana, menyebut pailit disebabkan oleh penurunan penjualan dan meningkatnya utang perusahaan. Salah satu yang menjadi sorotannya ialah persaingan antara produk lokal dengan barang impor.

Dalam beberapa tahun terakhir pihaknya harus menghadapi barang impor dengan harga miring. Padahal, Quantum sudah menjalin kerja sama dengan banyak supplier lokal untuk meningkatkan tingkat komponen dalam negeri (TKDN).

“TKDN kita sudah 60%, itu nggak sedikit untuk produksi yang sudah lokal, sekarang kompor-kompor diimpor dari China, sedangkan kita produksi dalam negeri,” kata Iwan kepada CNBC Indonesia dikutip Sabtu (14/9/2024).

Berdasarkan fakta di lapangan, kompor gas maupun regulator dan selang dengan merek Quantum memang harus bersaing dengan berbagai merek lain. Namun mulai banyak menjamur kompor impor China seperti Tecstar yang harganya dijual lebih murah dari Quantum.

Di sisi lain, tingginya TKDN berarti hubungan dengan supplier dalam negeri sudah tergolong kuat. Pihaknya berupaya meminimalisir impor bahan baku untuk menaikkan TKDN.

Sayangnya itu menjadi boomerang karena harga bahan baku dari supplier lokal kian tinggi dan pihaknya kesulitan untuk membayarnya.

“Kita sudah berupaya agar produk kami bisa tetap bersaing, tapi impor-impor China ini kan nggak sedikit, jumlahnya banyak sedangkan kami sulit menurunkan harga karena harga dari supplier naik, fix cost seperti gaji pegawai juga naik, jadi kondisinya sulit,” sebut Iwan.

Hal lainnya adalah karena pandemi Covid-19. Covid-19 membuat penjualan drop karena daya beli turun sedangkan cost produksi juga naik membuat tunggakan hutang yang mencapai ratusan miliar.

“Kita coba jalan pasca-Covid, tapi jualan agak drop, sedangkan fix cost naik, 2019 karyawan kita mau di-PHK tapi susah bayar pesangon. Makin lama makin susah kita juga, penjualan nggak sesuai target, cost nggak seimbang, akhirnya kita ngga bisa bayar ke suplier pasca pandemi,” bebernya.

“Pasca PKPU ada beberapa suplier mengajukan pailit ke kita, kita sudah beberapa kali PKPU, tapi yang sekarang ini nggak bisa nahan lagi,” imbuhnya.

Dia pun mengungkapkan kondisi perusahaan tengah dalam kondisi kesulitan. Meski sudah berupaya melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), namun kondisi perusahaan tidak juga membaik karena dihajar pandemi.

“Sekarang jadi pailit padahal kita udah bertahan untuk nggak pailit. Gimana caranya karyawan masih bisa kerja tapi ternyata perusahaan dipailitkan, kita nggak bisa apa-apa, jadi pailit kita coba bertahan terus, kita udah nego ke mereka, mereka nggak mau, akhirnya pailit, sebenarnya kita nggak mau pailit karena kita ada karyawan,” ujar Iwan.

Lebih lanjut, jumlah karyawan yang bekerja di pabrik ini sempat menyentuh 800 orang. Namun perlahan menyusut karena penjualan yang terus menurun.

“Dulu sampai 700-800, lalu turun ke 500-600 orang ekonomi lagi nggak bagus, daya beli juga turun, penjualan kita juga drop, cost biaya kita tinggi, bahan baku naik, akibat bahan baku naik, kita juga produksi ngga bisa tercapai dengan target. Fix cost juga makin naik, produksi nggak bisa dapat, akhirnya kesulitan keuangan nggak bisa bayar ke suplier kan. Ini sudah lama sih kita jamin terus, tapi karena kita sulit, kita udah PKPU kan mereka ajukan pembatalan homologasi

Saat ini Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sudah mempailitkan Quantum karena gagal bayar kepada supplier. Namun, Iwan sepertinya tetap memiliki asa untuk kembali melanjutkan aktivitas produksi pabriknya setelah ‘badai’ ini berlalu.

“(Rencana ke depan) belum tau ya, kita lagi nunggu dari kurator aja. Saya pengen tetap menjalankan. Secara merek masih bagus ya cuma masalah keuangan,” ujar Iwan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*