Kantor Kepresidenan Rusia, Kremlin, kembali memberikan peringatan terbaru terkait kondisi peperangan di Ukraina. Hal ini terungkap dari pernyataan lembaga resmi itu kepada media pemerintah Rusia, TASS, Jumat (18/10/2024).
Sebelumnya, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky melakukan perjalanan ke markas besar Uni Eropa (UE) dan NATO di Brussels dalam upaya untuk menggalang dukungan bagi rencananya.
Pemimpin Ukraina berbicara dengan para pemimpin beberapa sekutu Eropa, termasuk Yunani dan Norwegia, yang menyetujui kesepakatan baru untuk menyediakan pelatihan pilot jet tempur, dan pasokan energi. Ia juga mengatakan bergabung dengan NATO tetap menjadi tujuan utama.
“Ukraina adalah negara demokrasi yang telah membuktikan bahwa ia dapat mempertahankan wilayah Euro-Atlantik dan cara hidup bersama kita,” tulisnya di media sosial.
“Selama beberapa dekade, Rusia telah menggunakan ketidakpastian geopolitik yang disebabkan oleh Ukraina yang tidak menjadi anggota NATO. Sekarang, fakta bahwa Ukraina segera diundang untuk bergabung dengan NATO akan menjadi penentu.”
Manuver Zelensky ini kemudian ditanggapi keras oleh Kremlin. Kantor Presiden Rusia Vladimir Putin itu mengatakan bahwa langkah Zelensky justru akan menciptakan perang besar antara negaranya dengan NATO.
“Rencana kemenangan Presiden Zelensky untuk membela negaranya dapat menyebabkan konflik langsung antara Rusia dan NATO,” ungkap Kremlin.
Diketahui, Rusia melancarkan serangan skala besar terhadap Ukraina Timur atau Donbass pada 24 Februari 2024. Moskow berupaya merebut wilayah itu dengan alasan diskriminasi rezim Kyiv terhadap wilayah itu, yang mayoritas dihuni etnis Rusia, serta niatan Ukraina untuk bergabung bersama aliansi pertahanan Barat, NATO.
Dalam perang ini, Ukraina terus mendapatkan sokongan persenjataan dan logistik dari NATO. Sejumlah negara NATO, yang juga ekonomi besar dunia seperti Amerika Serikat (AS), Inggris, Prancis, dan Jerman, juga telah menjatuhkan sanksi bagi Rusia dengan harapan menggembosi anggaran perangnya.
Meski begitu, manuver ini ditanggapi Rusia dengan keras, salah satunya adalah dengan mengubah doktrin nuklir negara itu. Hal ini disebabkan banyaknya senjata asal negara NATO yang kemudian digunakan Ukraina untuk menyerang wilayah dalam Rusia, utamanya di Selatan seperti Kursk dan Belgorod.
Dalam doktrin baru yang dirubah, setiap agresi ke Rusia oleh negara non-nuklir dengan partisipasi atau dukungan negara nuklir dapat dianggap sebagai serangan bersama dan melewati ambang batas nuklir. Perubahan ini pun berlaku untuk serangan Ukraina yang, misalnya, menembus Rusia dengan pasokan senjata dari NATO.