Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan program pencampuran Bahan Bakar Nabati (BBN) jenis Biodiesel ke dalam minyak Solar sebesar 35% (B35) telah berhasil menekan impor Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE), Eniya Listiani Dewi mengatakan bahwa program mandatori B40 sepanjang 2024 lalu diperkirakan telah mampu mengurangi impor solar dengan jumlah signifikan. Tak tanggung-tanggung pengurangannya mencapai 4,5 hingga 5 juta kiloliter (KL).
“Sekarang itu impor solar kita pada B35 sepanjang 2024, itu sekitar 4,5 juta kiloliter atau sampai dengan 5 juta kiloliter,” ujar Eniya dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, Selasa (7/1/2025).
Sementara itu, dengan adanya program B40 yang mulai berlaku per 1 Januari 2025, diharapkan dapat menekan impor solar menjadi 1,2 juta KL. Bahkan, untuk tahap berikutnya, pemerintah menargetkan pelaksanaan program Biodiesel 50% (B50) pada tahun 2026.
“Nah nanti B50 arahannya Pak Menteri untuk 2026 bisa dimulai, itu memang akan menjadikan kita surplus. Jadi tidak impor lagi,” kata Eniya.
Sebagaimana diketahui, pada tahun 2025, pemerintah menetapkan alokasi B40 sebanyak 15,6 juta kiloliter (kl) biodiesel dengan rincian, 7,55 juta kl diperuntukkan bagi Public Service Obligation atau PSO. Sementara 8,07 juta kl dialokasikan untuk non-PSO.
Implementasi program mandatori B40 ini tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM No 341.K/EK.01/MEM.E/2024 tentang Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel Sebagai Campuran Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar Dalam Rangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Sebesar 40 Persen.
Penyaluran biodiesel ini akan didukung oleh 24 Badan Usaha (BU) BBN (bahan bakar nabati) yang menyalurkan biodiesel, 2 BU BBM yang mendistribusikan B40 untuk PSO dan non-PSO, serta 26 BU BBM yang khusus menyalurkan B40 untuk non-PSO.