Siap-Siap, Prabowo Incar Pendapatan Baru dari Nikel, Emas-Batu Bara!

Foto: Keterangan pers Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, Jakarta, 20 Maret 2025. (YouTve/Sekretariat Presiden)

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan saat ini pemerintah tengah mengkaji sumber tambahan pendapatan negara, khususnya dari sektor mineral dan batu bara (minerba).

Bahlil menyebut, sumber tambahan penerimaan negara ini berupa kenaikan royalti pertambangan minerba, seperti nikel, emas, hingga batu bara. Kebijakan ini akan dilakukan melalui revisi Peraturan Pemerintah No.26 tahun 2022 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang Berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

“(Revisi) PP 26 (tahun 2022) terkait dengan pendapatan negara bukan pajak di sektor mineral batu bara. Dan tadi kita melakukan pembahasan untuk melakukan exercise beberapa sumber-sumber pendapatan negara baru, khususnya peningkatan royalti di sektor emas, nikel, dan beberapa komoditas lain, termasuk di dalamnya adalah batu bara,” ungkapnya usai rapat terbatas dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan RI, Jakarta, dikutip Jumat (21/3/2025).

Di samping itu, Bahlil mengatakan pihaknya juga tengah menggali potensi pendapatan negara dari jenis turunan mineral lainnya.

“Di samping itu kita juga sedang mempertimbangkan untuk menggali beberapa produk turunan lain dari mineral kita yang selama ini belum menjadi bagian dari pendapatan negara,” imbuhnya.

Hingga saat ini, Bahlil mengaku pembahasan perihal kenaikan royalti sektor minerba di Indonesia hampir final. Dia juga menilai peningkatan royalti pertambangan minerba salah satunya untuk bisa menunjang proses hilirisasi di dalam negeri.

“Royalti baik dari bahan bakunya sampai dengan barang jadinya. Ini juga dalam rangka menunjang proses hilirisasi,” ungkapnya.

Bahlil menjelaskan, rencana kenaikan tarif royalti mineral dan batu bara ini berlandaskan asas keadilan, menimbang harga nikel hingga emas saat ini tengah meroket. Bahlil menjelaskan, negara juga harus mendapatkan tambahan pemasukan dari kenaikan harga nikel-emas tersebut.

“Karena kita tahu harga nikel juga sekarang bagus, harga emas bagus. Nggak fair dong kalau kemudian harganya naik, kemudian negara tidak mendapatkan pendapatan tambahan. Jadi ini dalam rangka menjaga keseimbangan saja,” tandasnya.

Asal tahu saja, pemerintah tengah merevisi aturan terkait royalti dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sektor mineral dan batu bara (minerba). Hal ini tak lain untuk meningkatkan kontribusi sektor pertambangan untuk penerimaan negara.

Ada dua aturan yang tengah direvisi, antara lain Peraturan Pemerintah No.26 tahun 2022 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang Berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PP No.15 tahun 2022 tentang Perlakuan Perpajakan dan atau Penerimaan Negara Bukan Pajak di Bidang Usaha Pertambangan Batu Bara.

Ada beberapa komoditas yang rencananya akan dinaikkan tarif royaltinya, antara lain batu bara, timah, tembaga, nikel, emas, perak, hingga platina.

Lantas, berapa saja besaran rencana kenaikan tarif royalti tambang tersebut? Berikut bocoran dari dokumen yang diterima CNBC Indonesia:

Batu bara:

Saat ini berlaku tarif progresif sesuai Harga Batu Bara Acuan (HBA) dan tarif PNBP IUPK 14%-28%. Dalam revisi aturan, rencananya tarif royalti naik 1% untuk HBA lebih dari sama dengan US$ 90 per ton sampai tarif maksimum 13,5%. Lalu, tarif IUPK 14%-28% dengan perubahan rentang tarif (Revisi PP no.15/2022).

Nikel:

  • Bijih nikel: Saat ini berlaku single tarif bijih nikel 10%. Dalam revisi aturan, rencananya tarif royalti bersifat progresif 14%-19%. Sehingga besaran kenaikan tarif sekitar 40%-90% dari tarif yang berlaku saat ini.
  • Nikel matte: Saat ini berlaku single tarif nikel matte 2% dan windfall profit ditambah 1%. Dalam revisi aturan, rencananya tarif royalti bersifat progresif 4,5%-6,5% dan windfall profit dihapus. Sehingga besaran kenaikan tarif sekitar 125%-225% dari tarif yang berlaku saat ini.
  • Ferro nikel: Saat ini berlaku single tarif ferro nikel 2%. Dalam revisi aturan, rencananya tarif royalti bersifat progresif 5%-7%. Sehingga besaran kenaikan tarif sekitar 150%-250% dari tarif yang berlaku saat ini.
  • Nikel pig iron (NPI): Saat ini berlaku single tarif nikel pig iron (NPI) 5%. Dalam revisi aturan, rencananya tarif royalti bersifat progresif 5%-7%. Sehingga besaran kenaikan tarif sekitar 0%-40% dari tarif yang berlaku saat ini.

Tembaga:

  • Bijih tembaga: Saat ini berlaku single tarif bijih tembaga 5%. Dalam revisi aturan, rencananya tarif royalti bersifat progresif 10%-17%. Sehingga besaran kenaikan tarif sekitar 100%-240% dari tarif yang berlaku saat ini.
  • Konsentrat tembaga: Saat ini berlaku single tarif konsentrat tembaga 4%. Dalam revisi aturan, rencananya tarif royalti bersifat progresif 7%-10%. Sehingga besaran kenaikan tarif sekitar 100%-250% dari tarif yang berlaku saat ini.
  • Katoda tembaga: Saat ini berlaku single tarif katoda tembaga 2%. Dalam revisi aturan, rencananya tarif royalti bersifat progresif 4%-7%. Sehingga besaran kenaikan tarif sekitar 100%-250% dari tarif yang berlaku saat ini.

Emas:

Saat ini berlaku tarif progresif mulai dari 3,75%-10%. Dalam revisi aturan, rencananya tarif royalti bersifat progresif mulai dari 7%-16%.

Perak:

Saat ini berlaku single tarif 3,25%. Dalam revisi aturan, rencananya tarif royalti single tarif 5%.

Platina:

Saat ini berlaku single tarif 2%. Dalam revisi aturan, rencananya tarif royalti single tarif 3,75%.

Timah:

Logam timah: Saat ini berlaku single tarif 3%. Dalam revisi aturan, rencananya tarif bersifat progresif mulai dari 3%-10%. Sehingga besaran kenaikan tarif sekitar 0%-233% dari tarif yang berlaku saat ini.

BET88

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*