
SVP Technology Innovation Pertamina Oki Muraza mengungkapkan Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan bioetanol yang bisa menekan impor bahan bakar minyak (BBM) berbasis fosil. Dia mengatakan salah satu negara yang masif mengembangkan bioetanol adalah India, dan terbukti mampu mendongkrak perekonomiannya.
Saat ini Pertamina telah mengembangkan bioetanol dari tebu, dan batang gandum. Pulau Jawa menurutnya bisa menjadi pusat pengembangan bioetanol berbasis tebu dan batang gandum, seiring dengan besarnya kebutuhan bensin di wilayah ini.
“Jadi kita kejar di hulu dan hilir untuk memecah kebutuhan BBM. Kalau diesel stream kita sudah tidak impor, karena asalnya dari FAME. Pekerjaan rumah kita adalah di gasoline stream (bensin), sekitar 36 juta kl, dan 20 juta kl masih impor,” ujarnya.
Selain menjadi solusi dari impor bensin, bioetanol juga bisa menciptakan lapangan pekerjaan baru sehingga perlu dikejar.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2023, pemerintah menargetkan penyediaan bioetanol nasional mencapai 1,2 juta kiloliter (KL) per tahun pada 2030. Sementara, kapasitas produksi bioetanol fuel grade saat ini baru mencapai 63 ribu KL per tahun.
Sebagai informasi, produksi bioetanol bisa berasal dari molase yang merupakan produk sampingan gula, kemudian dari singkong, jagung, dan sorgum.